Translate

Minggu, 16 Juni 2013

AKU ANAKMU


Setiap anak dilahirkan dalam keadaan putih bersih seperti kertas. Tinggal takdir yang menentukan akan diisi dengan apa kertas itu. Dalam hidup seorang anak, orangtualah yang berperan membentuk karakter anak. Entah anak itu berperilaku baik atau buruk semua tergantung dari didikan orangtua. Tidak ada orangtua yang ingin menjerumuskan anaknya. Tetapi semua itu tidak berlaku padaku.
Namaku Cindy, aku anak pertama dari dua bersaudara. Adikku bernama Ari. Aku hidup sebagai anak broken home. Papa dan mamaku pisah ketika aku berumur 6 tahun dan adikku berumur 4 tahun. Aku ikut dengan papaku sedangkan adikku ikut dengan mamaku. Sejak saat itu aku tidak pernah bertemu dengan mereka.
Karena kehidupan kami yang kurang stabil akhinya aku dan papaku tinggal dirumah paman dan bibi untuk sementara. Disinilah awal penderitaanku dimulai. Setiap hari aku harus mengerjakan semua pekerjaan rumah termasuk membantu nenek masak. Papaku tidak mengetahui semua itu karena papa sudah pergi kerja sejak subuh. Sebagai seorang anak aku tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menuruti semua perintah paman dan bibiku.
Suatu hari aku melihat sepupuku sedang bermain bersama teman-temannya, dengan perasaan senang aku ikut bermain dengan mereka. Tidak berapa lama kemudian bibiku dating menghampiriku. Dia marah dan memakiku. Sebagai anak kecil aku tidak bisa berbuat apa-apa selain menangis. Aku hanya bisa menangis mendengar makian bibi yang bilang aku tidak tahu diri, tidak tahu terima kasih dan cuma bisa nyusahin papaku saja. Sejak saat itu aku tidak pernah pergi bermain lagi. Disaat semua sepupuku main aku hanya bisa melihatnya dari balik jendela sambil membersihkan rumah. Aku sangat sedih, kenapa aku harus kehilangan masa kecilku sedangkan teman seumurku sedang asyik menikmati masa kecilnya.
Beberapa bulan kemudian aku masuk sekolah. Aku sangat senang karena aku memiliki sedikit waktu untuk bertemu teman-teman. Disekolah aku bisa merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang anak dan bermain dengan riang tanpa beban. Semua keriangan itu hanya berlaku disekolah, sepulang sekolah aku kembali jadi upik abu. Tetapi aku tetap merasa bahagia karena aku memiliki papa.
Beberapa bulan kemudian papaku pergi ke Jakarta untuk mengadu nasip dan aku tinggal di Pekanbaru bersama paman dan bibi. Awalnya aku tidak rela ditinggal papaku, tapi akhirnya aku rela karena ingat janji papa untuk menjemputku. Setelah papa pergi hidupku jadi semakin tersiksa. Untungnya hal itu tidak berlangsung lama karena 11 bulan kemudian papaku datang untuk menjemputku. Alangkah senangnya aku, apalagi saat itu papaku sudah memiliki istri di Jakarta. Dengan riang aku dan papa pergi ke Jakarta. Di jalan aku sangat bahagia. Aku membayangkan hidup bahagia bersama keluarga yang utuh dan tidak menjadi upik abu lagi.
Ternyata angan dan kenyataan tidak selamanya sama. Karena kenyataan yang kudapat justru sebaliknya. Aku mendapat ibu tiri yang kejam dan jahat. Saat itu aku belum pernah nonton film tentang ibu tiri yang kejam, jadi aku tidak pernah tahu ada ibu tiri yang kejam. Yang ada dipikiranku saat itu adalah kebahagiaan punya ibu baru.
Sejak saat itu aku mendapat penyiksaan yang kejam dari ibu tiriku. Aku tidak bisa mengadu pada papa karena sikap dia padaku akan berubah seratus delapan puluh derajat didepan papa. Dan ancamannya membuat aku takut untuk mengadu. Untungnya Tuhan masih sayang padaku karena 8 tahun kemudian papa melihat ibuku sedang menyiksaku, akhirnya tanpa berpikir panjang papaku menceraikan istrinya. Aku sangat senang karena bisa terlepas dari penderitaan ini, tetapi aku juga sedih melihat papa hidup sendiri tanpa pendamping. Sejak saat itu aku hidup hanya berdua dengan papa.
5 tahun kemudian papaku menikah lagi dengan janda beranak satu. Pernikahan ini tanpa sepengetahuanku. Istrinya pun masih sangat muda yaitu 25 tahun. Awalnya aku sedih karena papa menikah tanpa ijin dariku tapi akhirnya aku terima semua dengan ikhlas. Awalnya kami hidup dengan baik, tetapi lama kelamaan sikap istrinya berubah. Mungkin ini sikap asli dari istrinya. Dibelakang papa dia selalu menyindir dan menghinaku. Selain itu setiap papa memberiku uang dia pasti marah. Dan anehnya papaku selalu membela istrinya. Setiap hari ada saja laporannya kepada papaku. Sejak saat itu hidupku berada dineraka, belum lagi anaknya yang selalu buat ulah padaku.
Makin lama hubunganku dengan papa semakin renggang. Sampai akhirnya aku dan papa tidak pernah bertegur sapa. Sekalinya pada menyapaku hanya untuk marah padaku. Setiap papa marah kata-katanya selalu menyakiti hatiku. Mulai bilang aku anak yang tak tahu diri sampai bilang sifatku sama kaya mamaku, dia juga menyuruhku ikut mama. Saat itu aku sudah bertemu dengan mama kandungku. Akhirnya aku memilih tinggal ditempat mama untuk sementara waktu menenangkan diri. Bukan ketenangan yang ku dapat malah kesakitan. Mamaku selalu memperlakukan aku sebagai orang lain, bukan sebagai anak. Dia juga selalu membela anak-anaknya yang nakal kepadaku. Yang paling menyedihkan dia bilang aku ini anak papa, bukan anak dia. Dia lebih milih anaknya dibanding aku.
Aku sudah memaafkannya karena telah meninggalkan aku, tetapi dia selalu menyakiti hatiku. Yang paling menyakitkan adalah dia menuduh aku hanya mau uangnya saja dan menyuruhku ikut papa. Padahal aku sangat merindukannya. Sejak saat itu aku sangat membenci orangtuaku. Aku selalu berpikir kenapa harus aku aku yang mengalami ini. Kenapa bukan adikku atau temanku.
Aku lahir karena cinta mereka, aku hidup karena sayang mereka. Aku adalah sebagian dari diri mereka berdua. Tapi kenapa mereka memperlakukan aku seolah-olah aku adalah kesalahan terbesar mereka. Bukan aku yang minta dilahirkan, jika tahu begini aku juga tidak ingin dilahirkan. Ma, Pa tolong lihat aku, aku ini anakmu bukan sampah yang bisa kalian buang sesuka hati.
Kini aku hanya bisa pasrah dengan semuanya. Aku akan tetap melanjutkan hidupku ditempat lain yang jauh dari orangtuaku. Mungkin aku bukan apa-apa bagi mereka dan ada atau tidak adanya aku dalam hidup mereka hasilnya akan sama. Mungkin tidak ada aku hidup mereka jauh lebih menyenangkan.

Tidak ada komentar: