Translate

Rabu, 04 Agustus 2010

Sabuk Asteroid di Saudara Kembar Tata Surya

Astronom baru saja menemukan saudara kembar Tata Surya yang usianya jauh lebih muda. Saudara kembar itu adalah sistem keplanetan di bintang pada jarak 10.5 tahun cahaya di rasi Eridanus. Ia adalah bintang dekat yang bisa dilihat dengan mata bugil. Epsilon Eridani sendiri masih sangat muda sekitar 850 juta tahun dan memiliki level aktivitas magnetik yang sangat tinggi dan angin bintangnya juga 30 kali lebih kuat,

Tahun 2000 ditemukan planet yang mengitari bintang ini dengan periode orbit 2502 hari dan berada pada jarak 3,4 SA dari sang bintang. Tahun ini para astronom menemukan keberadaan dua buah sabuk asteroid dan cincin es di bagian terluar, sehingga membuatnya terlihat sebagai sistem dengan cincin triple.

Sabuk dalam asteroid merupakan kembar virtual dari sabuk asteroid yang ada di Tata Surya, sementara sabuk luar asteroid memiliki materi materi 20 kali lebih banyak Keberadaan ketiga cincin materi ini berimplikasi bahwa planet yang tidak teramati itu menyembunyikan dan membentuk asteroid yang ada.

Saat ini Epsilon Eridani dan sistem keplanetan di dalamnya menunjukan kemiripan dengan Tata Surya saat seumuran dengan Epsilon Eridani. Sistem ini seperti sebuah perjalanan waktu kembali ke masa lalu Tata Surya saat ia masih muda. Tidak hanya itu, diperkirakan sistem tersebut sangat mirip dengan Tata Surya saat kehidupan pertama kali mengambil bentuk di Bumi.

Perbandingan sistem Epsilon Eridani dan tata Surya. Kredit : NASA/JPL-Caltech
Perbandingan sistem Epsilon Eridani dan tata Surya. Kredit : NASA/JPL-Caltech

Sabuk asteroid di Tata Surya yang membentang di antara Mars dan Jupiter, pada jarak 3 SA dari Matahari memiliki massa total 1/20 massa Bulan. Sabuk asteroid di Epsilon Eridani yang ditemukan oleh Teleskop Spitzer milik NASA juga berada pada jarak 3 SA dari bintang induknya. Sabuk asteroid kedua di Epsilon Eridani ditemukan berada pada jarak 20 SA (lokasi dimana Uranus berada), dengan massa sebanding dengan massa Bumi.

Cincin ketiga yang berupa materi es membentang pada jarak 35 – 100 SA dari Epsilon Eridani. Waduk es yang mirip dnegan itu juga ada di Tata Surya yakni pada jarak yang kurang lebih sama dan kita kenal sebagai Sabuk Kuiper. Cincin es yang baru ditemukan di sistem bintang tetangga ini juga mengandung materi 100 kali lebih banyak dari Sabuk Kuiper.

Saat Matahari masih berusia 850 juta tahun, kalkulasi teori menunjukan Sabuk Kuiper memang tampak sama seperti yang ditemukan di Epsilon Eridani. Sejak saat itu materi di Sabuk Kuiper mengalami penyapuan keluar dari sistem ataupun masuk ke dalam planet dalam saat terjadinya tabrakan besar-besaran atau yang dikenal dengan Late Heavy Bombardment. Bisa jadi di masa depan Epsilon Eridani juga akan mengalami pembersihan dramatik yang sama seperti Tata Surya.

Epsilon Eridani memang memiliki kemiripan dengan Tata Surya saat muda, karena itu bisa jadi di masa depan ia akan memiliki evolusi yang juga mirip dengan evolusi Tata Surya.

Data Spitzer juga menunjukan adanya gap antara ketiga cincin di sekeliling Epsilon Eridani tersebut. Gap yang ada bisa dijelaskan dengan keberadaan planet yang secara gravitasi membentuk cincin tersebut, sama seperti yang terjadi di Saturnus.

Jika ada 3 buah planet dengan massa antara Neptunus dan Jupiter mengisi gap tersebut maka ini akan memberi sebuah pembuktian lebih lanjutan akan kemiripan Tata Surya deng Epsilon Eridani. Nah seperti yang diketahui saat ini Epsilon Eridani memiliki sebuah planet yang berada pada jarak 3.4 SA dan mengitari bintang induknya dengan orbit yang sangat eksentrik dengan eksentrisitas 0.7. Temuan terbaru ini membuang kemungkinan orbit seperti itu, karena tentunya planet sudah membensihkan sabuk dalam asteroid jauh-jauh hari melalui gangguan gravitasi. Planet kedua pastinya tengah bersembunyi dekat dengan sabuk luar asteroid, dan planet ketiga bisa jadi berada pada jarak sekitar 35 SA dekat dengan tepi dalam Sabuk Kuiper di Epsilon Eridani.

Studi dan pengamatan lanjutan diharapkan dapat mengungkap dunia yang saat ini masih tersembunyi itu termasuk juga menemukan planet terrestrial yang berada di sebelah dalam sabuk asteroid tersebut.
Sumber: CfA Press Release

Bayangan Jupiter Menyibak Misteri di Cincinnya

Di Tata Surya, Saturnus bukan satu-satunya planet yang memiliki cincin. Jupiter si planet terbesar di Tata Surya juga memilikinya. Cincin di Jupiter sangat redup dan hampir tak terlihat atau dikenali seperti cincin Saturnus. Cincin di Jupiter ditemukan oleh pesawat ruang angkasa Voyager milik NASA tahun 1979. Di dalam cincin tersebut terdapat partikel-partikel kecil yang tercipta akibat tabrakan satelit Jupiter dengan meteorit. Butirannya yang sangat kecil dan jika digabungkan ribuan partikel pun hanya 1 milimeter panjangnya. Bisa dikatakan partikel-partikel tersebut sehalus partikel dalam asap rokok atau debu rumah.

Sistem cincin Jupiter. Orbit satelit-satelit dalam ditandai dalam gambar tersebut. Kredit : NASA/JPL/Cornell University.
Sistem cincin Jupiter. Orbit satelit-satelit dalam ditandai dalam gambar tersebut. Kredit : NASA/JPL/Cornell University.

Setelah Voyager, pesawat ruang angkasa Galileo milik NASA juga menjalankan misinya di Jupiter, dan ia bisa mengukur secara langsung besar partikel-partikel tersebut. Tidak hanya itu. Galileo juga berhasil melihat bayangan Jupiter membentuk bayang-bayang cincin planet dan orbit partikel di dalam cincin tersebut. Dari hasil penelitian terhadap cincin Jupiter di dekat Thebe salah satu satelitnya, terlihat kalau bayangan Jupiter memegang peranan yang sangat penting dalam membentuk bayang-bayang cincin.

Ketika siang hari sednag berlangsung di Jupiter, cahaya matahari mengisi partikel debu dengan muatan positif sementara di malam hari, partikel-partikel tersebut justru membawa muatan negatif. Muatan yang berbeda memberi reaksi yang berbeda terhadap medan magnet Jupiter sehingga menyebabkan terjadinya perubahan pada orbit partikel. Dan ketika berada pada kondisi yang tepat, bahkan kemiringan partikel cincin bisa ikut berubah.

Sebagai contoh, ternyata sebagian butiran debu dipaksa untuk memiliki orbit berdasarkan kemiringan cincin yang skeitar 20 derajat terhadap ekuator Jupiter. Padahal partikel debu yang terlihat pada cincin yang tampak oleh pengamat memiliki orbit dengan kemiringan hanya 1 derajat.

Menurut Douglas Hamilton dari Universitas Maryland di College Park, “Debu di sekeliling planet memperoleh muatan listrik dari tabrakan dengan plasma yang mengorbit. Cahaya Matahari disini berperan seperti stop kontak, yang membebaskan elektron dari permukaan partikel cincin. Jadi saat Matahari sedang menyinarinya, elektron akan dipaksa keluar dari butiran debu dan saat terbayangi elektronnya akan kembali.”

Dari data yang diambil Gallileo selama 7 tahun terbang mengelilingi Jupiter, ia berhasil mengumpulkan daftar ribuan tabrakan partikel dalam cincin Jupiter dari tahun 2002-2003. Galileo sendiri pada tahun 2003 harus mengakhri misinya dengan menjatuhkan diri ke dalam atmosfer Jupiter. Dari hasil pemodelan, para ilmuwan berhasil melihat fenomena baru di cincin Jupiter, sesuatu yang ada di dalam cincin yang sebelumnya tak diketahui. Contohnya, partikel debu bisa ditemukan jauh dari planet, lebih jauh dari yang diasumsikan para ilmuwan sebelumnya. Di samping itu sebagian partikel juga memiliki orbit yang sangat besar kemiringannya terhadap ekuator Jupiter.

Hasil penemuan ini sangat signifikan karena muatan elektrik di dalam partikel debu merupakan salah satu poin penting dalam kelahiran planet. Mengapa? Tentunya karena planet itu sendiri terbentuk dari piringan debu dan gas.

Cincin Jupiter sudah seperti laboratorium raksasa yang bisa digunakan untuk mempelajari proses astrofisika dari debu.

Sumber : JPL/NASA