BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Pembangunan Pertanian
Pengertian Pembangunan
Pertanian menurut beberapa ahli yaitu:
1)
Menurut Mosher (1987),
Pembangunan pertanian dapat berjalan dengan adanya lima syarat pokok, namun percepatan
pembangunan pertanian diperlukan dukungan faktor-faktor pelancar yang
berhubungan dengan geraknya sumber daya manusia dan pendayagunaan sumber daya
alam secara optimal agar mencapai produktivitas yang tinggi serta mencapai
tujuan pembangunan secara jelas dan terfokus.
2) Pembangunan
pertanian menurut (Lynn, 2003) adalah bagian utuh dari pembangunan.
Industri harus menyediakan barang untuk petani. Lapangan
kerja non pertanian perlu untuk mempertahankan keluarga di daerah pedesaan.
Produksi pangan harus konsisten dengan selera konsumen.
3) Pembangunan
Pertanian menurut M. Dawam Rahardjo, pengamat dan peneliti sosial,
Rektor Universitas Islam 45 (Unisma) Bekasi. yaitu pembangunan pertanian
diletakkan pada skala prioritas teratas. Pertanian telah dijadikan dasar
pembangunan nasional yang menyeluruh. Disadari bahwa perkembangan pertanian
merupakan prasyarat industrialisasi yang akan menjadi tulang punggung
perekonomian nasional yang tangguh. Konsep ini mengakhiri perdebatan dan
kontroversi pandangan tentang strategi pembangunan dan pemikiran mengenai
strategi pembangunan di negara-negara yang sedang berkembang.
Negara-negara
sedang berkembang pada umumnya cenderung untuk "melompat" dalam
strategi pembangunannya kepada industrialisasi. Pemikiran seperti itu juga
timbul di Indonesia pada awal tahun 1950-an yang dipelopori oleh Sumitro
Djojohadikusumo. Pemikiran ini timbul dari hasil penelitian disertasinya, bahwa
sektor pertanian di Indonesia tidak bisa diharapkan sebagai tumpuan
pembangunan. Tumpuan harapan itu adalah sektor industri. Di tingkat diskursus
internasional, Livingstone memberikan sejumlah alasan, mengapa industrialisasi
dipilih sebagai tumpuan pembangunan. Industri merupakan kunci kepada
perkembangan ekonomi karena sektor industri menjanjikan pertumbuhan ekonomi
tinggi, sedangkan sektor pertanian hanya memberikan marginal rate of return
yang rendah. Sementara, itu elastisitas pendapatan terhadap produk-produk
industri itu tinggi, sedangkan untuk pertanian itu rendah. Dengan perkataan
lain, jika pendapatan meningkat, maka bagian pendapatan untuk mengkonsumsi
barang-barang industri meningkat, sedangkan untuk pertanian menurun. Pengalaman
menunjukkan bahwa perkembangan pertanian itu lamban jika tidak stagnan. Lagi
pula, pembangunan pertanian itu tidak mudah karena hambatan kelembagaan
(institutional obstacle), seperti misalnya terdapat pada sistem sewa tanah yang
menyebabkan timbulnya usaha tani skala kecil yang tidak mampu menjamin keamanan
(security) pada kepentingan petani individual.
Namun,
pada tahun 1950-an timbul reaksi Sjafruddin Prawiranegara yang membela sektor
pertanian. la pada dasarnya menganjurkan agar pembangunan ekonomi di Indonesia
diawali dan didasari dengan pembangunan pertanian. Ia mengajukan beberapa tesis
tentang posisi pembangunan pertanian itu. Pertama, sektor pertanian untuk
negara seperti Indonesia dapat dijadikan dan seharusnya menjadi basis
industrialisasi. Kedua, sektor pertanian bisa menghasilkan bahan pangan yang
sangat diperlukan oleh penduduk dan merupakan instrumen kebijaksanaan stabilitisasi
harga dan penolak inflasi. Ketiga, dalam perdagangan dunia, Indonesia mempunyai
keunggulan komparatif (comparative advantage) di sektor perkebunan yang mampu
menghasilkan devisa dalam jumlah besar sehingga mampu memperkuat neraca
pembayaran. Atas dasar tiga alasan itu, maka bagi Sjafruddin, industrialisasi
di Indonesia tak akan berhasil tanpa didahului dengan pembangunan pertanian.
Argumen pembelaan kepada sektor pertanian itu juga timbul di tingkat
internasional, misalnya, pada tulisan Balogh, Mellor, dan Johnston, yang
melahirkan konsep-konsep strategi pembangunan pertanian. Di tingkat
internasional itu timbul pula argumen, bahwa pembangunan pertanian akan bisa
menciptakan daya beli yang makin kuat yang diperlukan oleh industrialisasi agar
produk-produknya bisa laku dijual di pasar. Dengan perkataan lain, pembangunan
pertanian membentuk pasar bagi hasil industri. Selain itu, sektor pertanian
juga merupakan sumber pembentukan modal (capital formation) yang dibutuhkan
dalam investasi di sektor industri. Demikian pula sektor pertanian yang maju
merupakan sumber perpajakan yang cukup besar.
4)
Definisi pembangunan
pertanian yang dikemukan oleh Schultink, Pembangunan pertanian merupakan
upaya-upaya pengelolaan sumber daya alam untuk memastikan kapasitas produksi
pertanian jangka panjang dan meningkatkan kesejahteraan petani melalui
pilihan-pilihan pendekatan yang ramah terhadap lingkungan.
Dalam konteks Indonesia, definisi pembangunan pertanian adalah upaya-upaya yang diarahkan untuk meningkatkan :
Dalam konteks Indonesia, definisi pembangunan pertanian adalah upaya-upaya yang diarahkan untuk meningkatkan :






Konsep pertanian yang berkelanjutan terus
berkembang, diperkaya dan dipertajam dengan kajian pemikiran, model, metode,
dan teori berbagai disiplin ilmu sehingga menjadi suatu kajian ilmu terapan
yang diabadikan bagi kemaslahatan umat manusia untuk generasi sekarang dan
mendatang. Pertanian berkelanjutan dengan pendekatan sistem dan besifat
holistik mempertautkan berbagai aspek dan disiplin ilmu yang sudah mapan antara
lain agronomi, ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya. Sistem
pertanian berkelanjutan juga berisi suatu ajakan moral untuk berbuat kebajikkan
pada lingkungan sumber daya alam dengan mempertimbangkan tiga aspek sebagai
berikut:
a. Kesadaran
Lingkungan (Ecologically Sound), sistem budi daya pertanian tidak boleh
menyimpang dari sistem ekologis yang ada. Keseimbangan adalah indikator adanya
harmonisasi dari sistem ekologis yang mekanismenya dikendalikan oleh hukum
alam.
b. Bernilai
ekonomis (Economic Valueable), sistem budi daya pertanian harus mengacu pada
pertimbangan untung rugi, baik bagi diri sendiri dan orang lain, untuk jangka
pendek dan jangka panjang, serta bagi organisme dalam sistem ekologi maupun
diluar sistem ekologi.
c. Berwatak
sosial atau kemasyarakatan (Socially Just), sistem pertanian harus selaras
dengan norma-noma sosial dan budaya yang dianut dan dijunjung tinggi oleh
masyarakat disekitarnya sebagai contoh seorang petani akan mengusahakan
peternakan ayam diperkarangan milik sendiri. Mungkin secara ekonomis dan
ekologis menjanjikan keuntungan yang layak, namun ditinjau dari aspek sosial
dapat memberikan aspek yang kurang baik misalnya, pencemaran udara karena bau
kotoran ayam. Norma-norma sosial dan budaya harus diperhatikan, apalagi dalam
sistem pertanian berkelanjutan di Indonesia biasanya jarak antara perumahan
penduduk dengan areal pertanian sangat berdekatan. Didukung dengan tingginya
nilai sosial pertimbangan utama sebelum merencanakan suatu usaha pertanian
dalam arti luas.
Selain itu juga terdapat lima kriteria untuk
mengelola suatu sistem pertanian berkelanjutan yaitu:
a. Kelayakkan
ekonomis (economic viability)
b. Bernuansa
dan bersahabat dengan ekologi (accologically sound and friendly)
c. Diterima
secara sosial (Social just)
d. Kepantasan
secara budaya (Culturally approiate)
e. Pendekatan
sistem holistik (sistem and hollisticc approach)
Sejak tahun 1980-an kajian dan diskusi untuk
merumuskan konsep pembangunan berkelanjutan yang operasional dan diterima
secara universal terus berlanjut. Pezzy (1992) mencatat, 27 definisi konsep
berkelanjutan dan pembangunan berkelanjutan, dan tentunya masih ada banyak lagi
yang luput dari catatan tersebut. Walau banyak variasi definisi pembangunan
berkelanjutan, termasuk pertanian berkelanjutan, yang diterima secara luas
ialah yang bertumpu pada tiga pilar: ekonomi, sosial, dan ekologi (Munasinahe,
1993). Dengan kata lain, konsep pertanian berkelanjutan berorientasi pada tiga
dimensi keberlanjutan, yaitu:
1) Dimensi
ekonomi berkaitan dengan konsep maksimisasi aliran pendapatan yang dapat
diperoleh dengan setidaknya mempertahankan asset produktif yang menjadi basis
dalam memperoleh pendapatan tersebut. Indikator utama dimensi ekonomi ini ialah
tingkat efisiensi dan daya saing, besaran dan pertumbuhan nilai tambah dan
stabilitas ekonomi. Dimensi ekonomi menekankan aspek pemenuhan kebutuhan
ekonomi manusia baik untuk generasi sekarang ataupun mendatang.
2) Dimensi
sosial adalah orientasi kerakyatan, berkaitan dengan kebutuhan akan
kesejahteraan sosial yang dicerminkan oleh kehidupan sosial yang harmonis
(termasuk tercegahnya konflik sosial), preservasi keragaman budaya dan modal
sosio-kebudayaan, termasuk perlindungan terhadap suku minoritas. Untuk itu,
pengentasan kemiskinan, pemerataan kesempatan berusaha dan pendapatan,
partisipasi sosial politik dan stabilitas sosial budaya merupakan
indikator-indikator penting yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan
pembangunan.
3) Dimensi
lingkungan alam menekankan kebutuhan akan stabilitas ekosistem alam yang
mencakup sistem kehidupan biologis dan materi alam. Termasuk dalam hal ini ialah
terpeliharanya keragaman hayati dan daya lertur bilogis, sumber daya tanah, air
dan agroklimat, serta kesehatan dan kenyamanan lingkungan. Penekanan dilakukan
pada preservasi daya lentur dan dinamika ekosistem untuk beradaptasi terhadap
perubahan bukan pada konservasi suatu kondisi ideal statis yang mustahil dapat
diwujudkan. Ketiga dimensi tersebut saling mempengaruhi sehingga ketiganya
harus dipertimbangkan secara berimbang. Sistem sosial yang stabil dan sehat
serta sumberdaya alam dan lingkungan merupakan basis untuk kegiatan ekonomi,
sementara kesejahteraan ekonomi merupakan prasyarat untuk terpeliharanya
stabilitas sosial budaya maupun kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Sistem sosial yang tidak stabil atau sakit akan cenderung menimbulkan tindakan
yang merusak kelestarian sumber daya alam dan merusak kesehatan lingkungan,
sementara ancaman kelestarian sumber daya alam dan lingkungan dapat mendorong
terjadinya kekacauan dan penyakit sosial.
Visi pembangunan (pertanian) berkelanjutan ialah
terwujudnya kondisi ideal skenario kondisi zaman keemasan, yang dalam bahasa
konstitusi Indonesia disebut adil dan makmur, dan mencegah terjadinya lingkaran
malapetaka kemelaratan. Visi ideal tersebut diterima secara universal sehingga
pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) menjadi prinsip dasar
pembangunan pertanian secara global termasuk di Indonesia. Oleh karena itulah
pengembangan sistem pertanian menuju usaha tani berkelanjutan merupakan salah
satu misi utama pembangunan pertanian di Indonesia. Perspektif pertanian berkelanjutan
telah tersosialisasi secara global sebagai arah ideal pembangunan pertanian.
Pertanian berkelanjutan bahkan kini tidak lagi sekedar wacana melainkan sudah
menjadi gerakan global. Pertanian berkelanjutan telah menjadi dasar penyusunan
protocol aturan pelaksanaan (rules of conduct) atau standar prosedur operasi
“Praktek Pertanian yang Baik” (Good Agricultur Practices = GAP) sebagai sebuah
gerakan global maka praktek pertanian berkelanjutan menjadi misi bersama
komunitas internasional, negara, lembaga pembangunan, organisasi swadaya
masyarakat dan lembaga konsumen internasional turut mendorong dan mengawasi
pelaksanaan prinsip pertanian berkelanjutan tersebut. Kepatuhan produsen
terhadap standar praktek pertanian berkelanjutan menjadi salah satu atribut
preferensi konsumen atas produk pertanian. Karena itu, setiap perusahaan
agribisnis haruslah senantiasa mematuhi prinsip Praktek Pertanian yang Baik
(PPB) agar dapat memperoleh akses pasar, khususnya di pasar internasional.
Masalah dan tantangan yang dihadapi dalam sistem pertanian berkelanjutan yaitu:
Masalah dan tantangan yang dihadapi dalam sistem pertanian berkelanjutan yaitu:
a. Membangun
pemerintah yang baik dan memposisikan pertanian sebagai sektor andalan
perekonomian nasional.
b. Mewujudkan
kemandirian pangan dalam tatanan perdagangan dunia yang bebas dan tidak adil
c. Mengurangi
jumlah petani miskin, membangun basis bagi partisipasi petani dan pemerataan
hasil pembangunan
d. Meningkatkan
pertumbuhan sektor pertanian
e. Membangun
sistem agribisnis terkoordinatif
f. Melestarikan
sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup
g. Membangun
sistem iptek yang efisien
3. Kendala Pemasaran
Produk Agribisnis
Pemasaran
dalam kegiatan pertanian memainkan peran ganda. Pertama, berperan sebagai
sumber terbentuknya harga produk pertanian, yang mempertemukan kepentingan
produsen dengan konsumen. Kedua, menjadi media perpindahan fisik dari titik
produksi (petani atau produsen) ke tempat pembelian (konsumen). Namun untuk
dapat memainkan kedua peran tersebut petani sering menghadapi beberapa kendala.
Beberapa kendala tersebut diantaranya;
A. Kesinambungan
produksi
Salah satu penyebab timbulnya
berbagai masalah pemasaran hasil pertanian berhubungan dengan sifat dan ciri
khas produk pertanian, yaitu pertama, volume produksi yang kecil karena
diusahakan dengan skala usaha kecil (small scale farming). Kedua, produksi bersifat
musiman sehingga hanya tersedia pada waktu-waktu tertentu. Ketiga, lokasi usaha
tani yang terpencar-pencar sehingga menyulitkan dalam proses pengumpulan
produksi. Keempat, sifat produksi pertanian yang mudah rusak, berat dan
memerlukan banyak tempat.
B. Kurang
memadainya pasar
Hal ini berhubungan dengan cara
penetapan harga dan pembayaran. Ada tiga cara penetapan harga jual produk
pertanian yaitu: sesuai dengan harga yang berlaku, tawar-menawar, dan borongan.
Pemasaran sesuai dengan harga yang berlaku tergantung pada penawaran dan
permintaan yang mengikuti mekanisme pasar. Penetapan harga melalui
tawar-menawar lebih bersifat kekeluargaan, apabila tercapai kesepakatan antara
penjual dan pembeli maka transaksi terlaksana. Praktik pemasaran dengan cara
borongan terjadi karena keadaan keuangan petani yang masih rendah.
C.
Panjangnya saluran pemasaran
Panjangnya saluran pemasaran
menyebabkan besarnya biaya yang dikeluarkan, serta ada bagian yang dikeluarkan
sebagai keuntungan pedagang. Hal tersebut cenderung memperkecil bagian yang
diterima petani dan memperbesar biaya yang dibayarkan konsumen. Panjang
pendeknya saluran pemasaran ditandai dengan jumlah pedagang perantara yang
harus dilalui dari petani sampai ke konsumen.
D.
Rendahnya kemampuan tawar – menawar
Kemampuan petani dalam penawaran
produk yang dihasilkan masih terbatas karena keterbatasan modal yang dimiliki,
sehingga ada kecenderungan produk - produk yang dihasilkan dijual dengan harga
yang rendah. Berdasarkan keadaan tersebut, maka yang meraih keuntungan besar
pada umumnya adalah pihak pedagang.
E.
Berfluktuasinya harga
Harga produksi hasil pertanian yang
selalu berfluktuasi bergantung dari perubahan yang terjadi pada permintaan dan
penawaran. Naik turunnya harga dapat terjadi dalam jangka pendek yaitu
perbulan, perminggu, bahkan perhari, atau dapat terjadi dalam jangka panjang.
Keadaan tersebut menyebabkan petani sulit melakukan perencanaan produksi,
pedagang juga sulit dalam memperkirakan permintaan.
F.
Kurangnya informasi pasar
Informasi pasar merupakan faktor
yang menentukan apa yang diproduksi, dimana, mengapa, bagaimana, dan untuk
siapa produk dijual dengan keuntungan terbaik. Kondisi tersebut menyebabkan
usaha tani dilakukan tanpa melalui perencanaan yang matang. Begitu pula pedagang
tidak mengetahui kondisi pasar dengan baik, terutama kondisi makro.
G.
Rendahnya kualitas produksi
Rendahnya kualitas produk yang
dihasilkan karena penanganan yang dilakukan belum intensif. Masalah mutu ini
timbul karena penanganan kegiatan mulai dari prapanen sampai panen yang belum
dilakukan dengan baik. Masalah mutu produk yang dihasilkan juga ditentukan pada
kegiatan pascapanen, seperti melalui standarisasi dan grading.
H.
Rendahnya kualitas sumber daya manusia
Rendahnya kualitas sumber daya
manusia di pedesaan tidak pula didukung oleh fasilitas pelatihan yang memadai,
sehingga penanganan produk mulai dari panen sampai pascapanen tidak dilakukan
dengan baik. Disamping itu, pembinaan petani selama ini lebih banyak kepada
praktek budi daya dan belum mengarah kepada praktek pemasaran.
A. Analisis
Kebijakan Pertanian
Kebijakan
pertanian mengatur dibidang petanian yang mempengaruhi kehidupan dan reaksi
orang akan berbeda menganai keadaaan, dampak kebijakan terhadap pendapatan,
kebutuhan, dan kepentingan lain. Contoh Alat Analisis Kebijakan Pertanian
yaitu:
o
Surplus Konsumen (SK) dibawah kurva
permintaan
o
Surplus Produsen (SP)
B. Kebijakan subsidi input dalam kebijakan
pertanian yaitu Subsidi input semakin tinggi input semakin tinggi pengguna
produksi semakin kecil. Contoh Kebijakan pemberian subsidi input pada
perternakan sapi sehingga produksi tinggi harga turun, konsumen akan berpindah
dari daging ayam ke daging sapi. Pengaruhnya yaitu menguntungkan konsumen dan
kendala dalam mengadopsi teknologi
C. Alasan
ditetapkannya pajak ekspor terhadap produk pertanian tertentu
yaitu karena pajak ekspor digunakan untuk mengendalikan harga agar konsumen tidak rugi (untuk kepentingan konsumen)
yaitu karena pajak ekspor digunakan untuk mengendalikan harga agar konsumen tidak rugi (untuk kepentingan konsumen)
D. Pengaruh
jangka panjang dari adanya pajak ekspor produk pertanian
ü Stabilitas
harga dalam Negeri
ü Menurunkan
biaya penduduk (Harga Dalam Negeri turun), dampak (-) dari adanya pajak impor
(produsen rugi)
ü Menghalangi
adopsi teknologi baru, distribusi pendapatan dan diversifikasi pertanian
ü Penambahan
penerimaan pemerintah
Pembangunan pertanian harus berorientasi pada
pemberdayaan masyarakat. Korten dan Sjahrir (1988) menyatakan bahwa kunci
keberhasilan pembangunan agar mencapai sasaran pada sebagian besar masyarakat
miskin apabila dikurangi kendala-kendala yang dihadapi kaum miskin dalam
mengungkapkan kemampuan-kemampuannya. Soedjatmoko (1983) menekankan pentingnya
motivasi, tujuan, dan makna dalam proses pembaharuan diri dalam pembangunan,
serta bukan kemakmuran material semata. Dalam kegiatan pertanian, masyarakat
petani masih membutuhkan suatu layanan yang semakin luas dan kompleks
cakupannya. J. Di Franco (Munder, Addion
H., 1972 mengidentifikasi cakupan tanggung jawab layanan pertanian di masa mendatang
meliputi:








Layanan pengembangan masyarakat dan pembangunan
sumber daya manusia sebagai salah satu upaya pemberdayaan masyarakat. Menurut
Margono Slamet (2000) istilah “berdaya” diartikan sebagai tahu, mengerti, faham,
termotivasi, berkesempatan melihat peluang, berenergi, mampu bekerjasama, tahu
berbagai alternatif, mampu mengambil resiko, mampu mencari dan menangkap
informasi, mampu bertindak sesuai situasi. Petani yang berdaya, menurut
Susetiawan (2000) adalah petani yang secara politik dapat mengartikulasikan
(menyampaikan perwujudan) kepentingannnya, secara ekonomi dapat melakukan
proses tawar menawar dengan pihak lain dalam kegiatan ekonomi, secara sosial
dapat mengelola mengatur komunitas dan mengambil keputusan secara mandiri, dan
secara budaya diakui eksistensinya. Pemahaman tentang pemberdayaan masyarakat
merupakan suatu strategi yang menitikberatkan pada bagaimana memberikan peran
yang proposional agar masyarakat dapat berperan secara aktif dalam aktivitas
sosial kemasyarakatan. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberdayaan masyarakat
tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga swasta dan masyarakat
sendiri (Saputro, 2001). Pemberdayaan masyarakat merupakan bagian dari konsep
pembangunan yang secara implisit mengutarakan perubahan dari satu tahapan ke
tahapan yang lebih baik. Pemberdayaan haruslah melampaui ukuran materi dan uang,
oleh karena itu pemberdayaan harus diartikan sebagai suatu proses multi
dimensional termasuk di dalamnya suatu upaya pengorganisasian kembali dan
reorientasi dari seluruh sistem ekonomi dan sistem sosial masyarakat. Upaya
tersebut melibatkan perubahan yang radikal di bidang kelembagaan, struktur sosial,
struktur administrasi, persepsi, altitude serta perubahan kebiasaan kepercayaan
suatu bangsa (Arintadisastra, 2001).
A.
Ekonomi
Kemiskinan
Sebagian
besar penduduk dunia tergolong miskin. Jika kita mengetahui ekonomi kemiskinan,
kita akan banyak mengetahui tentang ekonomi yang sesungguhnya. Kebanyakan penduduk miskin
di dunia hidup dari bidang pertanian. Jika kita mengetahui ekonomi pertanian,
maka kita akan mengetahui ekonomi kemiskinan.Kita semua tahu bahwa sebagian
besar penduduk dunia tergolong miskin, bahwa mereka memperoleh sedikit sekali
imbalan atas tenaga kerja mereka, bahwa separuh atau lebih dari pendapatan
mereka yang sangat rendah dibelanjakan untuk bahan makanan, bahwa mereka
sebagian besar tinggal di negara-negara berpendapatan rendah, dan bahwa
sebagian besar dari mereka mempunyai mata pencaharian di bidang pertanian. Hal
yang tidak banyak dipahami oleh banyak ahli ekonomi adalah bahwa penduduk
miskin tidak kalah dibanding penduduk kaya untuk memperbaiki nasib mereka dan
anak-anak mereka. Apa yang telah kita pelajari selama beberapa dekade terakhir
mengenai ekonomi pertanian akan tampak bagi orang-orang yang mengetahuinya
dengan baik. Pertanian di banyak negara berpendapatan rendah mempunyai
kapasitas ekonomi potensial untuk memproduksi bahan makanan yang cukup bagi
penduduk yang terus bertambah dan juga memperbaiki pendapatan serta
kesejahteraan penduduk miskin secara berarti. Faktor-faktor produksi yang
menentukan dalam perbaikan kesejahteraan penduduk miskin bukanlah ruang, energi
dan lahan pertanian. Faktor-faktor penentunya adalah perbaikan kualitas
penduduk dan peningkatan pengetahuan. Dalam beberapa dekade terakhir ini, karya
para akademis ekonomi telah sangat memperluas wawasan kita mengenai ekonomi
modal manusiawi (the economics of human capital), khususnya ekonomi mengenai
penelitian, tanggapan-tanggapan para petani terhadap teknik-teknik produksi
baru yang menguntungkan, hubungan antara produksi dan kesejahteraan serta
ekonomi keluarga. Akan tetapi, ekonomi pembangunan telah mengelami beberapa
kesalahan intelektual.
Kesalahan
utama anggapan bahwa teori ekonomi standar tidak cukup untuk memahami
negara-negara berpendapatan rendah dan oleh karena itu suatu teori ekonomi yang
lain perlu dikembangkan. Model-model yang dikembangkan untuk tujuan ini umumnya
disambut dengan gembira, hingga menjadi jelaslah bahwa model-model tersebut
merupakan hasil kajian intelektual yang terbaik. Beberapa ahli ekonomi
memberikan reaksi dengan mengajukan penjelasan-penjelasan kultural dan sosial
tentang keadaan perekonomian yang buruk di negara-negara berpendapatan rendah,
walau pun kegunaan dari hasil-hasil studi sarjana-sarjana di bidang kultural dan
tingkah laku tidak mudah di pahami. Jumlah ahli ekonomi yang menyadari bahwa
teori ekonomi standar dapat digunakan pada masalah-masalah kelangkaan
(scarcity) di negara-negara berpendapatan rendah seperti halnya pada
masalah-masalah serupa di negara-negara berpendapatan tinggi, kian bertambah. Kesalahan
kedua, adalah pengabaian sejarah ekonomi. Ilmu ekonomi klasik dikembangkan pada
saat banyak orang di Eropa Barat baru saja memperoleh penghidupan dari
lahan-lahan tandus (miskin) yang mereka olah dan ditinggalkan dalam masa yang
tidak lama. Sebagai akibatnya, para ahli
ekonomi perintis menghadapi kondisi-kondisi serupa dengan yang sedang berlaku
di negara-negara berpendapatan rendah sekarang. Pada masa Ricardo, kurang lebih
separuh dari pendapatan keluarga para pekerja (buruh) di Inggris dibelajakan
untuk bahan makanan. Demikian pula yang sedang dialami oleh banyak negara
berpendapatan rendah. Marshall mengatakan kepada kita bahwa upah mingguan dari
buruh-buruh Inggris kerapkali kurang dari harga setengah gantang (bushel)
gandum yang berkualitas baik ketika Ricardo menerbitkan Principles of Political
Economy and Taxation (1817). Upah mingguan dari buruh bajak di India pada saat
sekarang kira-kira kurang dari harga dua gantang gandum. Pengetahuan mengenai
pengalaman dan prestasi penduduk miskin pada masa-masa lampau akan sangat
membantu suatu pemahaman akan masalah-masalah dan kemungkinan-kemungkinan bagi
negara-negara yang kini berpendapatan rendah. Pemahaman seperti ini adalah jauh
lebih penting daripada pengetahuan yang paling terinci dan pasti mengenai
permukaan bumi atau mengenai ekologi, atau mengenai teknologi masa depan.
Persepsi historis tentang penduduk juga tidak ada. Perkiraan-perkiraan mengenai pertumbuhan penduduk yang destruktif di negara-negara miskin sekarang adalah juga palsu.
Persepsi historis tentang penduduk juga tidak ada. Perkiraan-perkiraan mengenai pertumbuhan penduduk yang destruktif di negara-negara miskin sekarang adalah juga palsu.
B.
Lahan
dinilai Terlalu Tinggi
Suatu
pandangan yang dianut secara luas yaitu
pandangan naturalis (the natural earth view). Pandangan Naturalis adalah
bahwa luas lahan yang sesuai untuk menanam tanaman pangan adalah benar-benar
tertentu dan persediaan energi untuk mengerjakan lahan semakin menipis. Menurut
pandangan ini, tidaklah mungkin terus menerus memproduksi bahan makanan dalam
jumlah yang cukup untuk penduduk dunia yang bertambah. Suatu pandangan
alternatif yaitu pandangan sosial-ekonomi (the socio-economic view). Pandangan
social ekonomi adalah bahwa manusia mempunyai kemampuan dan akal budi untuk
mengurangi ketergantungannya pada lahan pertanian, pertanian tradisional, dan
sumber energi yang terus merosot serta mengurangi biaya nyata dalam produksi
bahan makanan untuk penduduk dunia yang terus bertambah. Melalui penelitian,
kita menemukan pengganti terhadap lahan pertanian yang tidak pernah dibayangkan
Ricardo, dan karena pendapatan meningkat, para orangtua menginginkan anak lebih
sedikit, dan kualitas anak akan menggeser kuantitas anak, yang tidak pernah
dibayangkan Malthus. Ironisnya ekonomi, yang telah lama dikenal sebagai ilmu
pengetahuan suram, menunjukkan bahwa pandangan naturalis yang suram mengenai
bahan makanan tidak sesuai dengan sejarah yang menunjukkan bahwa kita dapat
memperbesar sumber-sumber melalui kemajuan pengetahuan. Saya setuju dengan
Margaret Mead bahwa “Masa depan umat manusia adalah terbuka -tertutup (open-ended)”. Masa depan
umat manusia tidak ditakdirkan oleh ruang, energi, dalam lahan pertanian, ia
ditentukan oleh evolusi akal budi umat manusia.
Perbedaan-perbedaan produktivitas lahan tidak menjelaskan mengapa penduduk miskin berada di bagian dunia yang telah lama berpenghuni. Penduduk di India telah menjadi miskin sejak berabad-abad lamanya baik di Plateau Deccan, dimana produktivitas lahan tadah hujan adalah rendah dan di lahan-lahan India Selatan yang produktivitasnya tinggi. Di Afrika penduduk berdiam di lahan-lahan yang tidak produktif yang terletak di bagian selatan Sahara, pada lahan-lahan yang agak lebih produktif di lereng-lereng yang curam di daerah Rift, dan lahan-lahan aluvial yang sangat produktif di sepanjang dan pada muara Sungai Nile, semuanya memiliki suatu kesamaan yaitu mereka sangat miskin. Demikian pula, perbedaan-perbedaan yang sangat terkenal mengenai rasio lahan penduduk di seluruh negara berpendapatan rendah, tidak menghasilkan perbedaan kemiskinan yang sebanding. Apa yang paling berarti di dalam hal lahan pertanian, adalah insentif-insentif dan kesempatan-kesempatan terkait bagi para petani untuk meningkatkan penggunaan lahan dengan efektif melalui investasi yang mencakup sumbangan-sumbangan penelitian pertanian dan perbaikan keterampilan manusia, satu bagian integral dari modernisasi ekonomi negara-negara berpenghasilan tinggi dan rendah adalah penurunan arti ekonomi dari lahan pertanian dan peningkatan modal manusiawi seperti keterampilan dan pengetahuan.
Perbedaan-perbedaan produktivitas lahan tidak menjelaskan mengapa penduduk miskin berada di bagian dunia yang telah lama berpenghuni. Penduduk di India telah menjadi miskin sejak berabad-abad lamanya baik di Plateau Deccan, dimana produktivitas lahan tadah hujan adalah rendah dan di lahan-lahan India Selatan yang produktivitasnya tinggi. Di Afrika penduduk berdiam di lahan-lahan yang tidak produktif yang terletak di bagian selatan Sahara, pada lahan-lahan yang agak lebih produktif di lereng-lereng yang curam di daerah Rift, dan lahan-lahan aluvial yang sangat produktif di sepanjang dan pada muara Sungai Nile, semuanya memiliki suatu kesamaan yaitu mereka sangat miskin. Demikian pula, perbedaan-perbedaan yang sangat terkenal mengenai rasio lahan penduduk di seluruh negara berpendapatan rendah, tidak menghasilkan perbedaan kemiskinan yang sebanding. Apa yang paling berarti di dalam hal lahan pertanian, adalah insentif-insentif dan kesempatan-kesempatan terkait bagi para petani untuk meningkatkan penggunaan lahan dengan efektif melalui investasi yang mencakup sumbangan-sumbangan penelitian pertanian dan perbaikan keterampilan manusia, satu bagian integral dari modernisasi ekonomi negara-negara berpenghasilan tinggi dan rendah adalah penurunan arti ekonomi dari lahan pertanian dan peningkatan modal manusiawi seperti keterampilan dan pengetahuan.
Meskipun
sejarah ekonomi, ide-ide dari para ahli ekonomi mengenai lahan adalah sebagai
satu kaidah, masih mengikuti Ricardo. Tetapi konsep Ricardo mengenai tanah, “daya-daya
lahan yang asli dan tak dapat dirusak” tidak sesuai lagi, walau keadaan
tersebut pernah terjadi. Sumbangan lahan dalam pendapatan nasional berupa sewa
tanah yang merosot terus menerus dengan nyata di negara-negara berpendapatan
rendah.
Lahan-lahan
di Eropa pada mulanya berkualitas rendah. Sekarang lahan-lahan tersebut sangat
produktif. Lahan-lahan di Finlandia semula kurang produktif dibanding lahan di
bagian-bagian barat Uni Soviet, tetapi sekarang lahan pertanian di Finlandia
menjadi lebih unggul. Lahan pertanian di Jepang pda masa sekarang ini lebih
unggul. Di negara-negara berpenghasilan tinggi dan rendah, perubahan-perubahan
ini sebagian merupakan konsekuansi dari penelitian pertanian termasuk
penelitian yang diwujudkan dalam bentuk pupuk buatan, pestisida, peralatan dan
masukan-masukan (inputs) lain. Ada substitusi-substitusi baru terhadap lahan
pertanian, atau perluasan lahan pertanian. Proses substitusi digambarkan dengan
baik pada tanaman jagung seperti areal panen jagung di Amerika Serikat pada
tahun 1979 ada 33 juta area, yang kurang dari areal panen tahun 1932, dan
menghasilkan 7,76 milyar gantang, tiga kali produksi 1932.
C.
Kualitas
Manusia Dinilai Terlalu Rendah
Sementara
lahan bukan satu-satunya faktor terpenting yang menyebabkan kemiskinan, faktor
manusia yaitu : investasi dalam perbaikan kualitas manusia dapat dengan nyata
meningkatkan prospek-prospek ekonomi dan kesejahteraan penduduk yang miskin.
Pemeliharaan anak, perumahan dan pengalaman bekerja, perolehan informasi dan
keterampilan yang diperoleh melalui sekolah dan investasi-investasi lain dalam
bidang kesehatan dan sekolah dapat memperbaiki kualitas penduduk.
Investasi-investasi seperti itu di negara-negara berpendapatan rendah telah
berhasil memperbaiki prospek-prospek ekonomi yang tidak mampu dihilangkan oleh
ketidakstabilan politik. Penduduk miskin di negara-negara berpendapatan rendah
bukanlah para tahanan dari suatu ekuilibrium kemiskinan yang ketat, yang tak
dapat dipecahkan ilmu ekonomi. Tidak ada kekuatan-kekuatan besar (luas biasa)
yang menghapus semua perbaikan ekonomi dan menyebabkan penduduk miskin
meninggalkan perjuangan ekonominya. Sekarang telah terkumpul bukti-bukti bahwa
penduduk pertanian yang miskin mempunyai reaksi terhadap kesempatan-kesempatan
yang lebih baik. Harapan-harapan dari manusia dalam pertanian yaitu buruh tani
dan usahawan (enterpreneur) usaha tani yang bekerja dan mengalokasikan
sumber-sumber dibentuk oleh kesempatan-kesempatan baru dan oleh
insentif-insentif yang mereka tanggapi. Insentif-insentif ini, yang eksplisit
di dalam harga-harga yang mereka bayar untuk produsesn dan barang serta jasa
yang dikonsumsi, sangat terdistorsi yang disebabkan oleh permerintah
(goverment-incude distorsions) adalah untuk mengurangi sumbangan ekonomi yang
mampu diberikan pertanian.
Pemerintah
cenderung mengintroduksi distorsi-distorsi yang mendiskriminasikan pertanian
karena politik dalam negeri umumnya menguntungkan penduduk kota atas biaya
penduduk pedesaan, walaupun jumlah penduduk pedesaan jauh lebih besar. Pengaruh
politik dari konsumen dan industri di kota memungkinkan mereka memperoleh bahan
makanan murah atas biaya sejumlah besar penduduk pedesaan yang miskin.
Diskriminasi ini dirasionalisasi dengan alasan bahwa pertanian bersifat
terbelakang (miskin) dan bahwa sumbangan ekonominya kurang berarti, walaupun
dengan Revolusi Hijau (Green Revolution). Industrialisasi yang cepat dianggap
sebagai kunci kemajuan ekonomi. Kebijaksanaan yang memberikan prioritas utama
terhadap industri dan mempertahankan harga pangan (biji-bijian) tetap murah.
Sangat disesalkan bahwa doktrin ini masing didukung oleh beberapa lembaga donor
dan dirasionalisasikan oleh beberapa ahli ekonomi di negara-negara
berpendapatan tinggi.
Para petani di dunia , dalam menghadapi biaya, penerimaan dan resiko, adalah agen-agen yang membuat perhitungan ekonomi. Di dalam domain mereka yang kecil, individual dan alokatif, mereka adalah usahawan-usahawan yang dengan diam-diam mengamati kondisi-kondisi ekonomi yang tidak diketahui oleh para ahli, betapa efisiennya mereka. Walaupun para petani berbeda kemampuannya dalam pengamatan (analisa), interprestasi dan mengambil tindakan tepat sebagai reaksi terhadap informasi baru, karena mereka berbeda pendidikan, kesehatan, dan pengalaman. Mereka mempunyai sumber daya manusia yang esensial berupa keusahawanan. Pada kebanyakan usahatani, para wanita adalah juga usahawati dalam mengalokasikan waktu mereka dan menggunakan produk-produk pertanian dan barang-barang yang dibeli dalam produksi rumah tangga. Kemampuan alokatif dipenuhi oleh jutaan pria dan wanita pada satuan-satuan produksi berskala kecil, karena pada umumnya pertanian merupakan sektor ekonomi yang sangat terdesentralisasi. Bila pemerintah telah mengambil alih fungsi keusahawanan dalam usahatani, mereka telah gagal memberikan suatu kemampuan substitusi alokatif yang efektif dalam modernisasi pertanian. Peranan-peranan alokatif para petani dan wanita-tani serta kesempatan-kesempatan ekonomi mereka adalah penting.
Para petani di dunia , dalam menghadapi biaya, penerimaan dan resiko, adalah agen-agen yang membuat perhitungan ekonomi. Di dalam domain mereka yang kecil, individual dan alokatif, mereka adalah usahawan-usahawan yang dengan diam-diam mengamati kondisi-kondisi ekonomi yang tidak diketahui oleh para ahli, betapa efisiennya mereka. Walaupun para petani berbeda kemampuannya dalam pengamatan (analisa), interprestasi dan mengambil tindakan tepat sebagai reaksi terhadap informasi baru, karena mereka berbeda pendidikan, kesehatan, dan pengalaman. Mereka mempunyai sumber daya manusia yang esensial berupa keusahawanan. Pada kebanyakan usahatani, para wanita adalah juga usahawati dalam mengalokasikan waktu mereka dan menggunakan produk-produk pertanian dan barang-barang yang dibeli dalam produksi rumah tangga. Kemampuan alokatif dipenuhi oleh jutaan pria dan wanita pada satuan-satuan produksi berskala kecil, karena pada umumnya pertanian merupakan sektor ekonomi yang sangat terdesentralisasi. Bila pemerintah telah mengambil alih fungsi keusahawanan dalam usahatani, mereka telah gagal memberikan suatu kemampuan substitusi alokatif yang efektif dalam modernisasi pertanian. Peranan-peranan alokatif para petani dan wanita-tani serta kesempatan-kesempatan ekonomi mereka adalah penting.
Keusahawanan
adalah juga esensial dalam penelitian, yang selalu merupakan suatu kegiatan
petualangan, yang memerlukan organisasi dan alokasi sumber-sumber yang langka.
Intisari penelitian adalah bahwa penelitian merupakan suatu upaya dinamis
tentang hal-hal yang belum diketahui atau setengah diketahui. Diperlukan dana,
organisasi, dan ilmuwan yang kompeten, tetapi semuanya ini belumlah lengkap.
Keusahawanan dalam bidang penelitian diperlukan baik oleh para ilmuwan atau
oleh orang-orang yang terlibat dalam sektor penelitian dari ekonomi. Seseorang
harus memutuskan bagaimana mendistribusikan sumber-sumber terbatas yang
tersedia, berdasarkan keadaan pengetahuan yang dimilikinya.
D. Disekuilibria yang tak Terhindarkan
Transformasi
pertanian ke dalam suatu keadaan produktif yang meningkat, memerlukan suatu
proses yang umumnya dikenal sebagai modernisasi, yang memerlukan penyesuaian
dalam bertani karena tersedia kesempatan-kesempatan yang lebih baik. Nilai dari
kemampuan menghadapi disekuilibria adalah tinggi dalam suatu ekonomi yang
dinamis. Disekulibria seperti itu tidak dapat terhindarkan. Disekuilibria tidak
dapat dieliminasi melalui hukum, melalui kebijaksanaan Pemerintah dan
jelas-jelas bukan dengan cara retorik. Pemerintah tidak dapat dengan efesien
memainkan fungsi usahawan-usahawan pertanian.
Ahli-ahli
sejarah masa depan pasti akan dibingungkan oleh luasnya insentif-insentif
ekonomi yang telah berantakan selama beberapa dekade terakhir. Pandangan
intelektual yang dominan bersifat antagonistik terhadap insentif-insentif
pertanian, dan kebijaksanaan-kebijaksanaan ekonomi yang berlaku mengurangi
fungsi insentif-insentif produsen. D. Gale Johnson telah menunjukkan bahwa
potensi ekonomi yang besar dari pertanian di banyak negara berpendapatan rendah
tidak terealisir. Kemungkinan-kemungkinan teknis telah menjadi semakin
menguntungkan tetapi insentif-insentif ekonomi yang diperoleh para petani di
negara-negara tersebut untuk merealisir potensi ini tidak berhasil, baik karena
informasi relevan tidak tersedia atau karena harga-harga dan biaya-biaya yang
dihadapi para petani telah terdistorsi. Karena ketiadaan insentif-insentif yang
menguntungkan, para petani tidak melakukan investasi, termasuk pembelian
input-input unggul. Intervensi oleh Pemerintah saat ini merupakan penyebab
utama dari tidak tersedianya insentif-insentif ekonomi yang optimum.
E.
Kemajuan
Kualitas Penduduk
Sekarang
beralih kepada peningkatan kualitas manusia yang dapat diukur baik untuk
penduduk yang bertani maupun bukan petani. Kualitas dalam konteks ini terdiri
dari berbagai bentuk modal manusiawi (human capital). Memang seharusnya
demikian, karena biaya merupakan dari investasi yang terbenam (cunk investment)
misalnya, sekali seorang petani mengadakan investasi berupa kereta kuda, kereta
tersebut hanya sedikit nilainya bila ditarik oleh traktor. Cerita lain mengenai
nilai terdiskon (discounted value) dari arus jasa-jasa yang disumbangkan
kapital, yang berubah sesuai dengan perubahan pertumbuhan. Tetapi yang lebih
buruk adalah anggapan, yang mendasari teori kapital dan agregasi kapital dalam
model-model pertumbuhan, bahwa kapital bersifat homogen. Setiap bentuk kapital
memiliki sifat-sifat khusus: sebuah bangunan, sebuah traktor, jenis pupuk
tertentu, sebuah sumur pompa, dan banyak bentuk investasi lainnya, tidak hanya
di bidang pertanian, tetapi juga dalam semua aktivitas produksi yang lain.
Seperti telah diajarkan oleh Hick, asumsi homogenitas kapital ini merupakan malapetaka
bagi teori kapital adalah sangat tidak tepat menganalisa dinamika pertumbuhan
ekonomi terutama menyangkut ketimpangan kapital karena perbedaan-perbedaan rates
of returns, apakah agregasi kapital dipandang dari segi biaya-biaya faktor
(factor costs) atau dipandang dari segi nilai terdiskon dari jasa-jasa seumur
hidup (lifetime services) dari berbagai bagian-bagiannya. Juga tidak ada suatu
katalog dari semua model pertumbuhan yang ada, dapat membuktikan bahwa
ketimpangan-ketimpangan ini adalah sama.
Tetapi,
mengapa mencoba mengubah lingkaran menjadi empat persegi? Jika kita tidak dapat
mengamati ketimpangan-ketimpangan ini, kita harus menemukannya, karena ketimpangan-ketimpangan
itu merupakan pegas utama dari pertumbuhan ekonomi. Ketimpangan-ketimpangan
merupakan pegas utama karena ia memberikan isyarat-isyarat ekonomi yang
mendorong pertumbuhan. Maka salah satu bagian penting dari pertumbuhan ekonomi
tertutup oleh agregasi kapital seperti itu. Nilai dari modal manusiawi tambahan
tergantung kepada kesejahteraan tambahan yang diperoleh manusia daripadanya,
modal manusiawi memperbesar produktivitas pertanian dan non pertanian, dalam
produksi rumah tangga, dalam waktu dan sumber-sumber lain yang dialokasikan
para mahasiswa untuk pendidikan mereka, dan dalam migrasi untuk memperoleh
kesempatan kerja yang lain baik. Kemampuan semacam itu juga sangat memperbesar
kepuasan-kepuasan yang merupakan suatu bagian integal dari konsumsi sekarang
dan konsumsi di masa depan.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembangunan
pertanian diletakkan pada skala prioritas teratas. Pertanian telah dijadikan
dasar pembangunan nasional yang menyeluruh. Disadari bahwa perkembangan
pertanian merupakan prasyarat industrialisasi yang akan menjadi tulang punggung
perekonomian nasional yang tangguh. Konsep ini mengakhiri perdebatan dan kontroversi
pandangan tentang strategi pembangunan dan pemikiran mengenai strategi
pembangunan di negara-negara yang sedang berkembang. Pembangunan pertanian di
setiap negara berbeda, tetapi taraf perekonomian para petani dalam bidang
pertaniannya sama.
B. Saran
Sebaiknya
pemerintah lebih memperhatikan nasib para petani dan memberikan kehidupan yang
layak agar petani sejahtera karena mereka adalah tonggak perekonomian Negara.
DAFTAR PUSTAKA
S, Soekanto. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
2 komentar:
082313481643 msuk di WA ini untuk mendapatkan pesugihan,mantra kebal, pelet, pelancar bisnis
Saya akan merekomendasikan siapa pun yang mencari pinjaman Bisnis ke Le_Meridian, mereka membantu saya dengan pinjaman Empat Juta USD untuk memulai bisnis Quilting saya dan itu cepat. Ketika mendapatkan pinjaman dari mereka, mengejutkan betapa mudahnya mereka bekerja. Mereka dapat membiayai hingga jumlah $ 500,000,000.00 (Lima Ratus Juta Dolar) di wilayah mana pun di dunia selama ada 1,9% ROI yang dapat dijamin pada proyek tersebut. Prosesnya cepat dan aman. Itu benar-benar pengalaman positif. Hindari penipu di sini dan hubungi Layanan Pendanaan Le_Meridian Di. lfdsloans@lemeridianfds.com / lfdsloans@outlook.com. WhatsApp ... + 19893943740. jika Anda mencari pinjaman bisnis.
Posting Komentar